Jakarta, 28 Oktober 2025 — Kebijakan legalisasi umrah mandiri dalam Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (UU PIHU) yang baru menimbulkan kegelisahan di kalangan pelaku usaha perjalanan ibadah. Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI) bahkan membuka kemungkinan untuk mengajukan gugatan uji materi (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap beleid tersebut.
Sekretaris Jenderal DPP AMPHURI, Zaky Zakaria Anshary, mengungkapkan bahwa hingga saat ini pihaknya belum mengambil keputusan resmi terkait langkah hukum tersebut. Namun, wacana judicial review sudah muncul dalam pertemuan antara 13 asosiasi penyelenggara perjalanan ibadah yang membahas dampak dari disahkannya UU tersebut.
“AMPHURI secara resmi belum memutuskan untuk melakukan Judicial Review ke MK mengenai legalisasi Umrah Mandiri. Baru akan melakukan rapat pengurus mengenai langkah-langkah selanjutnya,” ujar Zaky, Selasa (28/10/2025).
Zaky menambahkan, dalam pertemuan para ketua umum dan sekretaris jenderal asosiasi, opsi judicial review menjadi alternatif terakhir yang mungkin ditempuh. Sebelum itu, pihak asosiasi lebih mengutamakan dialog intensif dengan pemerintah untuk mencari solusi bersama.
“Para Ketua Umum dan Sekjen 13 asosiasi sudah bertemu terkait isu-isu terkini, dan salah satu opsi terakhir memang JR itu. Tapi kami akan mendahulukan opsi-opsi lain terlebih dahulu,” lanjutnya.
Menurut Zaky, yang lebih penting saat ini adalah memperkuat komunikasi dengan pemerintah, khususnya dalam penyusunan aturan turunan dan peraturan menteri (Permen) dari UU PIHU. Ia berharap pemerintah membuka ruang dialog yang lebih luas agar pelaksanaan umrah mandiri tidak menimbulkan kerancuan di lapangan, serta tetap menjaga peran strategis Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) dalam membimbing jamaah.
“JR belum tentu jadi pilihan, tapi yang perlu didahulukan adalah dialog lebih intens dengan pemerintah untuk pasal-pasal turunannya dan permennya,” tegas Zaky.
AMPHURI menilai, pendekatan dialog penting dilakukan untuk menjaga keseimbangan antara perlindungan jamaah, kedaulatan ekonomi nasional, serta keberlanjutan ekosistem umrah dan haji berbasis keumatan di Indonesia.
“Ini demi kebaikan semua. Jamaah lebih terbimbing dan terlindungi, pemerintah bisa menjaga kedaulatan ekonomi nasional, dan ekosistem umrah-haji berbasis keumatan tetap terjaga,” pungkasnya.
Sebagaimana diketahui, pemerintah dan DPR RI telah meresmikan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 tentang perubahan ketiga atas UU Nomor 8 Tahun 2019 mengenai Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Dalam pasal 86 ayat (1) huruf b, diatur bahwa perjalanan ibadah umrah kini dapat dilakukan secara mandiri oleh masyarakat tanpa harus melalui PPIU.
Bunyi pasal tersebut menyatakan:
“Perjalanan Ibadah Umrah dilakukan:
a. melalui PPIU;
b. secara mandiri; atau
c. melalui Menteri.”
Ketentuan baru ini menjadi tonggak pertama kalinya Indonesia melegalkan pelaksanaan umrah tanpa perantara biro perjalanan resmi, yang sekaligus menandai perubahan besar dalam tata kelola industri perjalanan ibadah di Tanah Air.


